Kesalahan-kesalahan Pemula Saat Merekam Video Menggunakan DSLR

Mungkin Anda pernah merekam video dengan DSLR tapi hasilnya tidak memuaskan. Gelap, pecah, goyang, suara buruk, dll. Maklum mungkin Anda lebih banyak menggunakan DSLR hanya untuk foto-foto. Sekali menggunakannya untuk merekam video, Anda bingung dengan setting-annya dan hasilnya tidak seperti yang Anda harapkan. Kesalahan-kesalahan berikut mungkin penyebabnya. 

1. Tidak menentukan resolusi video

Kesalahan banyak pemula saat merekam video adalah langsung merekam. Padahal banyak pengaturan kamera yang harus diperhatikan. Salah satunya menentukan resolusi video.

Jangan lupa bahwa resolusi video berbeda dengan resolusi foto. Dalam foto Anda mengenal Large (L), Medium (M), atau Small (S). Video tidak menggunakan ukuran tersebut. Kalau Anda lihat di menu video, Anda akan menemukan:

  • 640 x 480
  • 1280 x 720
  • 1920 x 1080

Kalau Anda ingin kualitas HD, pilihlah 1280 x 720. Resolusi ini adalah resolusi paling aman dan paling umum yang bisa Anda gunakan karena hampir kompatibel di semua media digital saat ini (handphone, tablet, internet, dll). Tapi kalau Anda mau lebih tinggi resolusinya, Anda bisa memilih 1920 x 1080. Inilah resolusi yang disebut Full HD. Namun Anda harus mempertimbangkannya untuk merekam dalam resolusi ini, karena akan memboroskan kartu memori.

2. Tidak menentukan frame rate

Banyak pemula yang mungkin tidak paham dengan istilah frame rate dalam video, sehingga tidak pernah memperhatikannya. Padahal frame rate sangat menentukan kehalusan gerakan objek yang tertangkap kamera.

Frame rate adalah banyaknya gambar yang ditangkap dalam satu detik. Jika misalnya sebuah bola dilempar dan direkam dalam 25 fps (frame per second), maka kamera akan menangkap sebanyak 25 perubahan posisi bola setiap detiknya. Oleh karena itu semakin tinggi frame rate,  semakin halus juga gerakan objek.

Pilihan frame rate di DSLR umumnya: 24, 25, 30, 50, dan 60. 24 dan 25 fps sudah cukup untuk merekam video–di DSLR frame size & frame rate jadi sepaket (lihat gambar). Tapi kalau Anda suka dengan slow-motion, pilihlah frame rate yang lebih tinggi, seperti 50 fps. Karena dengan frame rate tinggi, gerakannya akan tetap halus ketika diperlambat di software editing.

VRAM0

3. Tidak mengatur shutter speed

Yang tak kalah penting dan jarang diperhatikan adalah shutter speed. Shutter speed adalah kecepatan sensor kamera dalam menangkap cahaya. Semakin cepat shutter speed, semakin cepat juga gerakan objek terrekam. Akibatnya objek yang cepat pun tetap tertangkap kamera dengan tajam.

Tapi tunggu dulu! Dalam video, gambar tajam tidak selalu baik. Dalam kehidupan nyata, manusia terbiasa mempersepsikan ‘kecepatan’ dengan pandangan yang ‘blur’–lebih tepat kalau disebut motion-blur. Kalau Anda merekam video dengan shutter speed tinggi, pergerakan objek akan terlihat kaku–bayang-bayang objek tampak jelas. Anda harus menjaga nilai shutter speed agar objek terlihat normal saat bergerak (objek tampak blur). Dalam hal ini Anda harus ingat rumusnya: shutter speed harus 2x frame rate. Contoh, jika Anda sudah mengatur frame rate 25 fps, maka shutter speed harus dipertahankan di 1/50.

Jika Anda belum paham, tonton video berikut!

4. Tidak menggunakan tripod (stabilizer)

Jika Anda menggunakan DSLR, sangat disarankan menggunakan tripod untuk merekam video–kecuali Anda sudah terlatih dengan tangan kosong. DSLR mempunyai body yang kecil (dibandingkan kamera profesional yang besar), sehingga sangat rentan terhadap getaran tangan saat memegangnya. Apalagi jika menggunakan lensa 50 mm atau di atasnya (tele). Memang tidak akan terlalu terlihat di monitor DSLR, tapi dalam ukuran sebenarnya getaran tangan akan terlihat jelas.

Selain tripod, banyak asesoris stabilizer kamera yang bisa menghilangkan getaran dan guncangan, bahkan bisa mempermanis gerakan kamera. Contohnya: Glidecam, DSLR Rig, 3-axis gimbal, slider, dll. Tonton video berikut!

5. Tidak menggunakan perekam suara eksternal

DSLR adalah perekam suara yang buruk. Apalagi di tengah keramaian, suara-suara di sekitar sangat mengganggu sekali. Biasakan untuk merekam suara secara terpisah, terutama jika suara itu sangat penting–misalkan merekam wawancara. Nantinya Anda bisa menggabungkannya di editing. Kalau Anda tidak punya perekam suara profesional (seperti Tascam, atau Zoom), cukup menggunakan smartphone. Smartphone-smartphone yang ada saat ini cukup bagus untuk merekam suara. Simak tips berikut.